Tahukah Kamu ??????? ========>>> Sarapan Pagi ternyata sangat penting karena ternyata Metabolisme bekerja 20 % lebih cepat dan secara bertahap makin menurun hingga malam,,,!

Panduan Ber JOTI lewat mIRC




Panduan ber-JOTI untuk pemula (khusus pengguna mIRC) versi 1.0
First thing first:
Untuk mengikuti JOTI, anda harus mendaftar di http://www.jotajoti.org untuk mendapatkan nickname
khusus.

Cara mendaftar lihat Panduan Mendaftar JOTI.doc

1. Periksa apakah di komputer anda sudah terinstall program chat seperti mIRC atau sejenisnya.
program mIRC biasanya ditemui di: Start Menu => Programs => mIRC => klik mIRC
kalau belum ada, donload program mIRC disini:
http://download.serveraddress.com/mirc/mirc63.exe
lalu install programnya.

2. jalankan program mIRC, jika anda melihat jendela “about mIRC”, tekan Continue.
3. muncul jendela “Options” (bila tidak muncul, klik tombol di toolbar)



4. isi full name dengan nama lengkap anda, nickname dan alternative dengan nama yang akan
anda tampilkan ketika chatting (ini harus sesuai dengan nickname yang telah didaftarkan pada
situs jotajoti.org). Isi email address dengan huruf ‘-’ (dash)

5. klik Category ‘Servers’ (dibawah ‘Connect’) kemudian tekan tombol “Add” untuk mengisi
informasi server yang akan digunakan untuk anda ber-chatting ria



6. isi persis dengan gambar berikut:


lalu tekan tombol “Add”
7. anda akan kembali ke jendela mIRC Options Category Servers (lihat no 5). Tekan tombol
“Connect To Server”
8. secara otomatis mIRC akan melakukan koneksi ke chat.scoutlink.net.
setelah terkoneksi, akan muncul jendela berikut:



tekan tombol “Esc” (keyboard, tombol pojok kiri atas)
bila jendela tersebut tidak muncul, periksa apakah tombol Connect bergambar . bila iya,
klik tombol tersebut.
9. Pesan berikut akan muncul pada jendela Status bila anda telah berhasil memasuki server
ScoutLink



10. pada jendela Status, ketik /nickserv register [password anda untuk login di
jotajoti.org/community], lalu tekan tombol Enter
11. masih pada jendela Status, ketik /list, lalu tekan tombol Enter. Setelah muncul jendela List,



double klik #indonesian, atau #indonesian01
12. Selamat! Anda telah memasuki channel JOTI untuk komunitas JOTI Indonesia. SELAMAT BERJOTI

Perlu bantuan seputar JOTI?
Kirim email kesini yhadeezambe@gmail.com

Panduan Registrasi JOTI



1. klik link berikut: http://www.joti.org/
2. klik indonesian
3. setelah muncul halaman selamat datang, klik link ‘JOTA-JOTI-Registration System’



kalau ingin jalur cepat, klik link berikut: http://www.jotajoti.org/community/


4. setelah muncul halaman berikut:



5. masukkan username dan password bila sudah memiliki account di jotajoti.org. Kalau belum,
klik ‘Create New Account’

6. masukkan informasi sesuai permintaan. Apabila informasi sudah sesuai, anda akan mendapat

kiriman email dari jotajoti.org yang berisi kode aktivasi account.

7. buka email tersebut, copy kode aktivasinya, gunakan untuk login di
http://www.jotajoti.org/community/ (lihat no 4)

gunakan username dan password yang anda masukkan (no 6) sebagai nickname chat di ScoutLink.

Perlu bantuan seputar JOTI
Kirim email kesini : yhadeezambe@gmail.com

Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 120 Narapidana yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta Timur, Kamis (14/8) dilantik menjadi Gugus Depan (Gudep) Pramuka.

Kepala Humas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Akbar Adi Prabowo di Jakarta, Rabu menjelaskan pelantikan ke 120 Napi sebagai Gudep Pramuka itu bertepatan dengan peringatan Hari Pramuka yang jatuh pada tanggal 14 Agustus.

"Bertepatan dengan peringatan Hari Pramuka, para Napi juga ikut memperingatinya salah satu wujudnya adalah dengan melantik anggota Gudep Pramuka," kata Akbar.

Ketika ditanya apakah seluruh Napi bisa bergabung menjadi anggota Gudep, Akbar mengatakan bisa tidaknya menjadi anggota tergantung penilaian Kepala LP/Rutan didasarkan pada pertimbangan keamanan.

Pramuka di lingkungan LP/Rutan menurut Akbar merupakan bagian dari sistem pembinaan bagi para Napi.

"Bagi LP sendiri keberadaan Pramuka di lingkungan LP merupakan nilai tambah dalam penerapan sistem pembinaan," katanya.

Ia menambahkan tidak semua LP/Rutan memiliki Gugus Depan Pramuka, oleh karena itu momentum peringatan Hari Pramuka ini untuk menghidupkan kembali keberadaan Pramuka di LP/Rutan.

Ke 120 Gudep Pramuka di LP Cipinang tersebut akan dilantik oleh Kepala Kantor Wilayah Depkumham DKI Jakarta.(*)

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Dr Fasli Jalal mengatakan, gerakan kepramukaan atau kepanduan merupakan lembaga pendidikan di luar lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, yang dinilai sangat penting untuk mengembangkan karakter kaum muda. Disebutkannya juga, 80 persen kesuksesan seseorang ditentukan dari keterampilan-keterampilan dan karakter yang dimiliki, yang antara lain diperoleh melalui pendidikan di kepramukaan.

Berbicara di depan peserta Kursus Manajemen Dasar Kepanduan Asia-Pasifik yang diselenggarakan di Kompleks Gerakan Pramuka, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (10/9) petang, Fasli Jalal menguraikan pula bahwa melalui pendidikan kepramukaan, seorang anak atau remaja dapat ditempa sehingga mempunyai karakter yang baik, mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan, cinta damai, dan memiliki rasa persaudaraan yang tinggi.

�Di Indonesia, Gerakan Pramuka sebagai organisasi pendidikan kepanduan juga dianggap penting oleh Departemen Pendidikan Nasional,� tutur Fasli Jalal, sambil menambahkan, �Melalui Gerakan Pramuka dikembangkan pula perasaan cinta Tanah Air dan mementingkan perlunya persatuan nasional, mengingat Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan ratusan juta penduduk dengan berbagai suku bangsanya.�

Kursus manajemen seperti yang dilakukan Gerakan Pramuka bekerja sama dengan Biro Kepanduan Asia-Pasifik, dianggap Fasli Jalal yang juga merupakan salah satu Wakil Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, penting artinya untuk memperbaiki dan mengembangkan manajemen dalam organisasi kepramukaan, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain di kawasan Asia-Pasifik. Fasli Jalal juga menambahkan, Depdiknas akan mendukung bila Biro Kepanduan Asia-Pasifik dan Gerakan Pramuka ingin menyelenggarakan lagi kursus tingkat lanjutan.

Sebelumnya, Direktur Administrasi dan Sumberdaya Biro Kepanduan Asia-Pasifik, Prassanna Shrivastava mengatakan, para peserta yang telah mengikuti kursus dasar kali ini diharapkan terus mengembangkan kemampuannya. Setelah setahun diharapkan masing-masing peserta melaporkan hasil pengembangannya, untuk dinilai kembali sebelum memperoleh medali khusus. Selanjutnya, di masa mendatang mereka diharapkan dapat pula mengikuti Kurus Manajemen Lanjutan Kepanduan Asia-Pasifik.

Kursus Manajemen Dasar Kepanduan Asia-Pasifik yang berlangsung sejak 27 Agustus lalu, ditutup secara resmi oleh Fasli Jalal, disertai dengan pemberian sertifikat kepada para peserta kursus yang datang dari Filipina, Hong Kong, India, Mongolia, Pakistan, Srilanka, Thailand, dan sejumlah anggota Gerakan Pramuka yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia. Sementara instruktur kursus selain datang dari Biro Kepanduan Asia-Pasifik yang berpusat di Manila, Filipina, juga sejumlah tokoh kepanduan dari Kanada, Singapura, Hong Kong, dan Indonesia.

M o r s e

Morse sebenarnya nama orang Amerika yang menemukan sebuah cara agar setiap manusia dapat saling berhubungan. Cara tersebut ditemukannya pada tahun 1837 tetapi baru dapat diterima untuk dipergunakan di seluruh dunia tahun 1851 dalam Konferensi Internasional.

Semboyan morse dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1. Suara, yaitu dengan menggunakan peluit

2. Sinar yaitu dengan menggunakan senter

3. Tulisan yaitu dengan menggunakan titik (.) dan setrip (-)

4. Bendera yaitu dengan bendera morse.

Berikut ini adalah kode morse yang telah disepakati bersama.


Trik cepat hapal morse

Kadang kita kesulitan menghapal atau mengingat kembali isyarat morse, padahal besok mau ikut lomba Galang apalagi jarang berlatih secara periodic. Berikut ini tips menghapal morse dengan cepat. Lihat gambar di bawah ini :



Petunjuk Penggunaan :

1. Gambar di atas terbagi menjadi dua bagian, kanan, dan kiri.
2. Cara membacanya dari atas ke bawah.
3. Blok putih menunjukkan kode titik ( . ) dan blok hitam kode strip ( - ).
4. Contoh sebelah kiri: Jika isyarat menunjukan satu kali putih sama dengan satu kali titik artinya huruf E.

Contoh lain : ( dibaca dari atas, ya ) putih-putih-putih-putih artinya 4 titik ( …. )

Berarti huruf H.

Contoh lagi : hitam-hitam-putih artinya 2 strip 1 titik ( - - . ) berarti huruf G

5. Ingat blok sebelah kiri selalu diawali dengan blok Titik ( Putih ) dan blok kanan selalu diawali dengan blok strip ( Hitam ).



Selamat mencoba, beritahukan teman-temanmu dan ajaklah belajar morse bersama.


Ketika semua perangkat keras anda berfungsi dengan baik tapi OS Windows XP anda tidak bisa melakukan boot maka anda harus mulai mencari cara untuk bisa masuk ke OS demi menemukan masalahnya dan memperbaikinya. Ini adalah 10 cara yang dapat anda coba jika hal ini terjadi pada anda:

1. Gunakan Windows Startup Disk
Salah satu hal pertama yang harus anda cari adalah Windows startup disk. Floppy disk ini akan sangat berguna jika masalahnya terletak pada file yang digunakan OS untuk memulai Windows yang ternyata rusak.

Untuk membuat sebuah startup disk, masukkan sebuah floppy disk pada komputer lain yang Windows XP-nya berfungsi dengan baik, buka My Computer, klik kanan pada icon floppy disk dan pilih Format. Pada dialog box Format, jangan ubah settingnya dan klik Start. Setelah selesai diformat tutp dialog box Format dan kembali ke My Computer. Dobel klik ikon drive C utuk masuk ke root directory dan kopi ketiga file ini ke floppy disk.

1. Boot.ini
2. NTLDR
3. Ntdetect.com

Setelah anda selesai membuat Windows startup disk, masukkan floppy disk ini ke floppy drive komputer yang Windows XP-nya ingin diperbaiki dan tekan [CTRL][Alt][Delete] untuk me-reboot komputer.

2. Gunakan Fitur "Last Known Good Configuration"
Anda juga bisa mencoba melakukan boot dengan fitur Last known Good Configuration. Fitur ini menggantikan konten dari CurrentControlSet registry key dengan sebuah backup copy yang terakhir kali digunakan untuk memulai OS dengan baik.

Restart komputer anda dengan menekan [Ctrl][Alt][Delete], ketika anda melihat tulisan ?Please select the operating system to start? atau terdengar bunyi beep, segera tekan [F8] untuk menampilkan menu Windows Advanced Options. Pilih Last Known Good Configuration dari menu dan tekan [Enter]. Harus diingat bahwa anda cukup mencobanya sekali saja, dengan kata lain jika cara ini tidak menghidupkan kembali Windows XP anda berarti backupcopynya juga telah korup.

3. Gunakan System Restore
System Restore adalah sebuah aplikasi yang terus mengawasi perubahan pada komponen penting sistem. Ketika suatu perubahan penting dilakukan, System Restore akan membuat backup copy yang disebut restore points dari komponen penting sistem sesaat sebelum perubahan itu dilakukan. Konfigurasi default dari System Restore adalah membuat restore points setiap 24 jam.

Restart komputer anda dengan menekan [Ctrl][Alt][Delete], ketika anda melihat tulisan ?Please select the operating system to start? atau terdengar bunyi beep, segera tekan [F8] untuk menampilkan menu Windows Advanced Options. Pilih Safe Mode dan tekan [Enter]
Setelah Windows XP masuk ke Safe Mode, klik Start, pilih All Programs | Accessories | System Tools dan pilih System Restore. Karena anda sedang dalam Safe Mode maka pilihan yang tersedia hanya Restore My Computer To An Earlier Time, jadi klik Next dan ikuti prosedur wizard-nya.

4. Gunakan Recovery Console
Jika kerusakannya ternyata cukup parah maka anda harus menggunakan CD Windows XP untuk mengakses sebuah tool yang dinamakan Recovery Console.

Masukkan CD Windows XP dan tekan [Ctrl][Alt][Delete]. Setelah sistemnya melakukan boot dari CD, maka cukup ikuti langkah-langkahnya untuk menjalankan file-file yang dibutuhkan untuk Setup. Ketika anda melihat layar Welcome To Setup seperti di Gambar A, tekan R untuk memulai Recovery Console

Kemudian muncul menu Recovery Console, seperti pada gambar B. Menu ini menampilkan folder yang berisi file-file OS dan meminta anda untuk memilih OS yang ingin anda akses. Cukup tekan angkanya dan anda akan diminta untuk memasukkan password adminstrator. Anda kemudian akan dibawa ke prompt Recovery Console.

5. Memperbaiki Boot.ini Yang Rusak
Pada saat OS Windows XP mulai berjalan, program Ntldr melihat file Boot.ini untuk menntukan dimana file-file OS berada dan opsi mana yang harus diambil sementara OS terus berjalan. Jadi jika file Boot.ini bermasalah maka Windows XP tidak akand dapat melakukan boot dengan benar.

Jika anda mencurigai bahwa Windows XP anda tidak bisa boot karena file Boot.ini yang rusak, maka anda bisa menggunakan versi khusus Recovery Console dari tool Bootcfg. Tentu saja anda harus terlebih daulu melakukan boot pada sistem anda dengan CD Windows XP dan mengakses Recovery Console seperti pada cara nomor 4.

Untuk menggunakan tool Bootcfg, dari coomand prompt Recovery Console ketik

Bootcfg /parameter

Gantilah /parameter dengan salah satu parameter dibawah ini
/Add -- Memindai disk untuk semua instalasi Windows dan memperbolehkan anda untuk menambahkan yang baru pada file Boot.ini
/Scan -- Memindai disk untuk semua instalasi Windows
/List -- Daftar setiap entry pada file Boot.ini
/Rebuild -- Membuat kembali file Boot.ini secara total dimana pengguna harus mengkonfirmasi setiap langkahnya.
/Redirect -- Mengalihkan proses boot ke sebuah port ketika menggunakan fitur Headless Administration. Redirect parameter-nya membutuhkan dua parameter, [Port Baudrate] | [UseBiosSettings].
/Disableredirect -- Mematikan pengalihan.

6. Memperbaiki Partition Boot Sector Yang Rusak
Partition boot sector adalah bagian kecil dari partisi hard disk yang berisi informasi tentang system file OS (NTFS atau FAT32), sebuah program bahasa mesin yang krusial untuk membantu menjalankan OS.

Jika anda mencurigai bahwa Windows XP anda tidak bisa melakukan boot karena partition boot sector yang rusak, maka anda bisa menggunakan sebuah tool Recovery Console khusus yang disebut Fixboot. Lakukan boot dengan CD Windows XP untuk mengakses Recovery Console seperti pada cara nomor 4.

Untuk menggunakan tool Fixboot , pada command prompt Recovery Console ketik:

Fixboot [drive]:

Dimana [drive] adalah huruf dari drive yang ingin anda perbaiki partition boot sector-nya.

7. Memperbaiki Master Boot Record Yang Rusak
Master boot record bertanggungjawab untuk memulai prosedur boot Windows, didalamnya terdapat master boot code yang berfungsi untuk mencari partisi aktif atau bootable pada partition table. Jika master boot record mengalami kerusakan maka partition boot sector tidak akan bekerja dan Windows tidak akan bisa boot.

Jika anda mencurigai bahwa Windows XP anda tidak bisa melakukan boot karena master boot record yang rusak, maka anda bisa menggunakan sebuah tool Recovery Console yang disebut Fixmbr. Lakukan boot dengan CD Windows XP untuk mengakses Recovery Console seperti pada cara nomor 4.

Untuk menggunakan tool Fixmbr, pada command prompt Recovery Console ketik:

Fixmbr [device_name]

Dimana [device_name] adalah device pathname untuk drive yang ingin anda perbaiki master boot recoed-nya. Contoh device pathname untuk drive C:

\Device\HardDisk0

8. Mematikan Automatic Restart
Ketika Windows XP mengalami fatal error, maka default setting untuk mengatasi error tersebut adalah dengan otomatis melakukan reboot pada system. Jika error tersebut terjadi pada saat Windows XP sedang melakukan boot, maka OS akan terjebak untuk terus menerus melakukan reboot. Jika hal ini terjadi, maka anda harus menonaktifkan pilihan Automatic Restart On System Failure.

Ketika Windows XP mulai melakukan boot dan anda melihat tulisan ?Please select the operating system to start? atau terdengar bunyi beep, segera tekan [F8] untuk menampilkan menu Windows Advanced Options. Pilih Disable The Automatic Restart On System Failure dan tekan [Enter]. Windows XP akan berhenti ketika mengalami error dan mungkin akan menampilkan pesan yang dapat anda gunakan untuk mendiagnosa masalahnya.

9. Memulihkan Dari Backup
Jika kelihatannya anda tidak bisa memperbaiki sistem Windows XP anda yang tidak bisa boot dan anda memiliki backup yang belum terlalu lama, maka anda bisa memulihkan sistemnya dari backup tersebut. Metode yang harus digunakan untuk memulihkan sistemnya tergantung dari backup utility apa yang anda gunakan, jadi anda harus mengikuti instruksi utility tersebut dalam melakukan pemulihan sistem.

10. Melakukan Upgrade
Jika anda tidak bisa memperbaiki sistem Windows XP yang tidak bisa boot dan anda tidak memiliki backup, maka anda bisa melakukan upgrade. Hal ini akan me-reinstall Ps ke folder yang sama, seperti anda emngupgrade dari suatu versi Windows ke versi lainnya. Sebuah upgrade biasanya akan menyelesaikan semua atau sebagian besar masalah boot pada Windows.

Masukkan CD Windows XP anda, lakukan restart dan boot dari CD tersebut. Anda akan melihat layar Windows XP Setup (seperti pada gambar A). Tekan [Enter] untuk memulai prosedur Windows XP Setup. Anda akan melihat halaman License Agreement dan tekanlah [F8] untuk menyetujuinya. Setup kemudian akan memindai hard disk untuk mencari instalasi Windows XP yang sebelumnya. Ketika ia menemukannya, anda akan melihat layar Windows XP Setup yang kedua seperti pada gambar C.

Layar ini akan meminta anda untuk menekan R untuk memperbaiki instalasi yang dipilih atau [Esc] untuk menginstall kopi Windows XP yang baru. Dalam kasus ini, melakukan perbaikan pada Windows XP akan sama saja dengan melakukan upgrade, jadi anda harus menekan R. Setup kemudian akan memeriksa disk drive pada sistem dan mulai melakukan upgrade.

Ingatlah bahwa setelah anda melakukan upgrade atau perbaikan instalasi maka anda harus menginstall ulang semua update Windows.

Judul Buku : Mengembangkan Kepemimpinan di Sekeliling Anda
Penulis : John C. Maxwell
Penerbit : Professional Books
Tahun :1997 (terjemahan)

Buku ini memang sudah lama terbit, tapi tergolong buku laris, dan sejumlah pandangan penulis masih relevan dengan perkembangan zaman. Pada bagian awal, penulis membuka dengan pertanyaan kunci: “Apakah saya (sebagai pemimpin) mengembangkan calon pemimpin (di sekitar saya)?” Seorang pemimpin yang baik akan menumbuhkan kepemimpinan di sekelilingnya. Ia tidak merasa bersaing dengan anak buahnya, apalagi terancam posisinya, malah justru berbagi ilmu dan pengalaman agar anak buah atau pengikutnya dapat lebih maju dan berkembang.

Seperti Socrates yang mendidik Plato, dan Aristoteles yang berguru kepada Plato; begitu proses pewarisan tradisi filsafat Yunani. Demikian pula dalam tradisi keilmuan Islam dikenal kisah Imam Ja’far al-Shadiq yang menjadi guru dari banyak ilmuwan multidisiplin, antar lain: Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri (ahli fiqih), Jabir bin Hayyan (ahli kimia), Malik bin Anas dan Yahya bin Sa’id (ahli hadits). Dalam sejarah militer Indonesia juga dikenang kharisma Jenderal Sudirman yang telah mendidik para jenderal penerusnya, semisal Jenderal Urip Sumoharjo, Jenderal Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Soeharto.

Penulis kemudian menguraikan setiap dengan rumus sederhana tapi jitu: tantangan paling keras yang akan dihadapi setiap pemimpin (ialah menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya kepemimpinan baru); tanggung-jawab utama seorang pemimpin (mengidentifikasi calon pemimpin); tugas terpenting sang pemimpin (memelihara dan membina calon pemimpin); persyaratan harian seorang pemimpin (memperlengkapi dan membekali calon pemimpin dengan berbagai keahlian dan kearifan); komitmen seumur hidup seorang pemimpin (mengembangkan calon pemimpin hingga mencapai kapasitas optimal); hasil tertinggi seorang pemimpin (membentuk tim impian [the dream team, bukan dreaming team]); sukacita terbesar seorang pemimpin (melatih tim impian hingga sukses); jam terbaik seorang pemimpin (menyadari nilai yang disemaikan untuk dan dari pemimpin); dan sumbangan abadi seorang pemimpin (mereproduksi generasi kepemimpinan masa depan).


Maxwell adalah seorang pendeta yang bertugas di Gereja Skyline Wesleyan di San Diego, California. Pada tahun 1981, ketika pertama kali bertugas di sana, ia menyadari bahwa jumlah jemaatnya hanya berkisar 1000 orang. Hal itu terlihat dari catatan kebaktian sejak 1969 hingga 1981. Di hadapan para pembantu gerejanya, Maxwell kemudian membuat target baru yang disebut “Garis Kepemimpinan”, dimana ia mencanangkan peningkatan jumlah jemaat hingga mencapai angka 2000 orang. Perbedaan jumlah antara 1000 dan 2000 jemaat itu kemudian disebutnya sebagai “Perubahan” (change) yang harus diupayakan semua elemen dalam gereja.

Ternyata dalam waktu yang tak terlalu lama, target itu bisa tercapai berkat kerja keras semua pihak dalam gereja. Target pun dinaikkan menjadi 4000 jemaat, dan bertumbuh terus setiap tahun. Maxwell semula memberikan ceramah selama tiga kali dalam sehari, tapi kemudian memfokuskan diri untuk melatih para pendeta baru dan berusia muda, sehingga akhirnya mereka menjalankan peran tersendiri untuk membimbing jemaat yang berbeda latar belakangnya. Dari pengalaman ruhani itu, ia mengembangkan kurikulum kepemimpinan untuk kelas bisnis dan politik. Hasilnya sangat menakjubkan, ia mendapat pujian dari para pemimpin perusahaan besar, politisi kenamaan, dan pemimpin organisasi kemasyarakatan yang mendapat sentuhan baru dalam mengembangkan kapasitas pribadi dan organisasi masing-masing.

Kita patut belajar dari pengalaman Maxwell, meskipun prinsip dan konteks pengembangan kepemimpinan di Indonesia bisa jauh berbeda. Penulis menyajikan contoh praktis bahwa nilai kepemimpinan bisa diterapkan berbagai kalangan, mulai dari seorang pelatih bola basket John Wooden, pakar manajemen Peter F. Drucker, hingga politisi kenamaan John F. Kennedy. Salah satu pandangan Presiden Kennedy yang masyhur, termaktub dalam bukunya, “Profiles in Courage”, adalah: “Cara yang paling baik untuk melangkah ke depan ialah jalan terus bersama orang lain”.

Bagi Maxwell, itulah jenis interaksi positif yang muncul, apabila seorang pemimpin punya sikap saling tergantung (interdependensi) dan saling mendukung (suportif) serta berkomitmen kepada hubungan “menang-menang” (win-win relations). Tak berlaku prinsip menang-kalah dalam hubungan pemimpin-pengikut, sebab seorang pemimpin tak akan memandang anak buahnya sebagai musuh dalam selimut. Perbedaan pendapat yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan program akan dipandang sebagai kesempatan untuk melihat persoalan dan mencari solusi dari pelbagai aspek yang beragam.

Hal itu justru memperlihatkan keunggulan organisasi yang didukung oleh banyak orang berkompetensi tinggi. Seorang pemimpin akan merasa sangat gembira, apabila pengikutnya dalam menyelesaikan segala tugasnya dengan sempurna. Bahkan, kegembiraannya mencapai puncak, bila sang pengikut dapat meringankan beban kepemimpinan yang mungkin secara formal bukan menjadi tugas utama mereka. Di situ terbukti spirit kepemimpinan akan menular sebagai virus kebaikan yang membangkitkan potensi di seluruh lapisan lembaga.

Dalam bab terakhir buku ini, penulis sekali lagi mengutip ucapan John Kennedy dalam pidato televisi di tahun 1969, yang menegaskan: “Sudah tiba waktunya untuk suatu generasi baru memimpin bangsa ini”. Pidato yang sangat bertenaga, karena setelah itu Kennedy menjadi orang nomor satu di Gedung Putih yang berkuasa dalam usia muda. Walaupun masa kepemimpinannya tidak terlalu lama, namun pengaruh Kennedy abadi dalam sejarah. Salah satu kalimat sakti yang dikumandangkan Kennedy dan selanjutnya dikutip oleh manusia selama beberapa dekade ialah: “Jangan bertanya apa yang bisa negeri ini berikan kepada kita, tapi tanyalah apa yang bisa kita berikan untuk negeri ini”.

Pernyataan singkat itu mengkristalkan komitmen puncak Kennedy, dan para pemimpin yang berkarakter sepanjang sejarah, bahwa hidup mereka memang diabdikan demi kepentingan bangsanya. Mereka tak pernah membayangkan akan hidup mewah dan bergelimang popularitas. Kharisma yang mereka dulang adalah konsekuensi logis dari pengorbanan dan kontribusi yang tak kenal putus. Seorang pemimpin yang hanya mencari popularitas atau tenggelam dalam fasilitas publik yang diperolehnya adalah pemimpin semu. Mereka mungkin menduduki posisi pormal yang tinggi atau memiliki jumlah pengikut yang sangat besar, tapi mereka telah kehilangan hakikat kepemimpinan yang sejati. Tatkala jabatan formal itu berganti atau pengikutnya beralih afiliasi, maka sang pemimpin semu akan menghadapi kenyataan pahit, bahwa pengaruh kepemimpinannya hanya sebatas permukaan. Tak ada seorang pun yang akan mengenang jasanya, malah mungkin menjadi bahan tertawaan sepanjang sejarah.

Kepemimpinan sering dinisbatkan dengan nama-nama besar, seakan-akan orang kecil dan rakyat biasa tak bisa berbuat sesuatu yang bernilai penting. Padahal, di dalam diri setiap orang tersembunyi jiwa kepemimpinan dengan kualitas masing-masing. Penulis buku ini menegaskan, “The most important leader you study in this book is … yourself”. Karena itu, buku ini bisa menjadi pegangan untuk pembinaan pribadi (personal development) bagi calon pemimpin yang ingin mengetahui potensi dirinya dan meningkatkan kapasitas yang selama ini terpendam.

Sebagai panduan, penulis menyodorkan kepada pembaca keterampilan untuk menggali potensi diri (map-reading), menguji potensi dan kapasitas yang dimiliki (map-testing), dan membentuk serta menentukan kapasitas yang diinginkan (map-making). Dengan alur pembinaan macam itu terlihat bahwa setiap pemimpin harus mampu mengembangkan disiplin diri yang kuat.

Dengan cara yang menarik, penulis menggambarkan perjalanan kepemimpinan seseorang melalui metafor: kepemimpinan yang berorientasi perubahan (transformational leadership), kepemimpinan yang memberdayakan kerja kelompok (team leadership), kepemimpinan yang bervisi jauh ke depan strategi (strategic leadership), kepemimpinan yang mengandalkan simbol dan kharisma (symbolic leadership), kepemimpinan di tengah keragaman (diversed leadership), dan kepemimpinan yang menjunjung nilai etik (ethical leadership).

Pada bagian paling penting, penulis menjabarkan pendekatan kritis untuk menghadapi dan menyelesaikan kondisi sulit yang akan dihadapi setiap pemimpin. Di sinilah kualitas kepemimpinan diuji secara obyektif. Kondisi sulit atau dilema yang biasa dihadapi, antara lain: 1) Dilema antara memberi kepercayaan dan mengendalikan lingkungan (trust and control); 2) Konsekuensi ekonomi dari tindakan-tindakan yang berdasarkan prinsip ideal (principled actions); 3) Pola ketergantungan (dependency patterns) yang menguasai situasi akibat kepemimpinan yang terlalu kuat; 4) Dilema pemimpin yang merusak diri sendiri (self-destructive leadership).

Penulis menggunakan contoh kasus dan desain pengujian diri sendiri. Penyajian dilakukan secara terstruktur dan penuh inspirasi, sehingga menjadi bacaan rujukan bagi teoretisi dan praktisi serta mahasiswa yang menekuni studi kepemimpinan. Tudor Rickards adalah ketua Kelompok Studi Organisasi di Manchester Business School. Dalam institusi itu ia menjabat Gurubesar untuk Kreativitas dan Perubahan Organisasional. Ia telah menerbitkan sejumlah buku dan naskah ilmiah dalam bidang kepemimpinan, selain bertugas di Kiel, New York, Athena, dan Selandia Baru.

Penulis kedua, Murray Clark adalah pengajar utama dan ketua program Diploma untuk Business Administration (DBA) di Universitas Sheffield Hallam, Inggris. Fokus risetnya pada kepemimpinan dan pengembangan kepercayaan dalam hubungan kerja yang dipengaruhi pengalamannya sebagai manajer di sebuah perusahaan. Dia juga menjadi pengajar tamu di Manchester Business School.

Seperti seseorang yang ingin melakukan perjalanan jauh, maka calon pemimpin harus mempersiapkan bekal yang akan dibawanya, terutama mengetahui secara pasti lokasi yang akan ditujunya. Jangan sampai seorang kader pemimpin mengalami disorientasi, karena terlalu banyak keinginan dan ambisi yang ingin diraihnya, maka ia tersesat di tengah rimba yang penuh godaan (passion) dan jebakan (trap).

Kejelasan arah kepemimpinan itu diistilahkan oleh penulis sebagai peta perjalanan (map). Maka, tahap awal bagi kader pemimpin harus memegang dan mampu membaca peta dengan benar sebagai landasan pemahaman (platform of understanding) dan rencana kerjanya. Dengan platform yang jelas, maka seorang calon pemimpin akan mampu berinteraksi positif dengan lingkungan yang cepat sekali berubah dan membentuk konsensus terhadap berbagai konsep yang dilontarkan para praktisi atau peneliti masalah kepemimpinan. Kapasitas intelektual setiap pemimpin akan diuji.

Tahap selanjutnya adalah menguji peta yang sudah disepakati dan digodok untuk mencapai tujuan kepemimpinan. Dalam sebuah perjalanan fisik, seperti mudik lebaran, kita sering menghadapi kenyataan bahwa peta yang kita bawa acapkali tidak cocok dengan realitas jalan yang sedang kita tempuh. Mungkin terjadi perbaikan jalan atau perubahan arus kendaraan, karena diatur khusus petugas lalu-lintas. Dari kenyataan itu, kita perlu mengecek kembali peta dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Bahkan, ada orang yang secara sengaja membawa beberapa peta, sehingga bisa memilih mana yang paling cocok dengan kondisi nyata di jalan.

Dalam perjalanan panjang kepemimpinan itulah kita mengalami berbagai cobaan. Secara fisik, misalnya, kita menghadapi adanya belokan tajam dan persimpangan berbahaya, atau juga turunan dan tanjakan tajam. Bak seorang pengemudi kendaraan, calon pemimpin juga harus sanggup mengendalikan kendaraannya. Jangan sampai dia terjebak pada kondisi jalan yang buruk atau mengalami kecelakaan, karena sikap yang ceroboh. Beberapa waktu lalu kita menyaksikan seorang tokoh publik nasional, anggota DPR yang terhormat, ternyata terlibat perselingkungan dengan penyanyi dangdut. Skandal itu kemudian menyebar ke masyarakat luas melalui klip video yang direkam dari sebuah telepon genggam.

Itu adalah contoh tragis, betapa seorang tokoh yang populer dapat terjerumus tindakan yang menghancurkan karir kepemimpinnya. Kita juga banyak menyaksikan tokoh lain yang tersangkut kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau pelanggaran hukum dan HAM. Itulah salah satu kondisi dilematis yang harus siap diantisipasi oleh calon pemimpin. Apakah dia akan memegang prinsip, norma dan etika yang dicanangkannya sejak semula? Atau, dia akan melacurkan cita-cita luhur itu demi kepentingan, kemasyhuran, atau kesombongan sesaat? Janji-janji yang pernah dicanangkan di hadapan karyawan, anak buah atau rakyat pada umumnya, sebelum dia mendapat kepercayaan; apakah akan terus dipegang atau diabaikan begitu saja? Kepemimpinan yang berpegang teguh pada etik akan selamat menghadapi tantangan seberat apapun.

Dengan sangat menarik, penulis mencontohkan dan memberi ilustrasi terhadap pelbagai dilema lainnya. Misalnya, apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibentuk oleh lingkungannya? Apakah seseorang menjadi pemimpin karena bakat yang dibawanya sejak lahir atau karena kerja keras untuk membina diri dan mengembangkan potensi yang ada? Kesadaran akan bakat, minat dan potensi yang dimiliki sangat penting untuk memobilisasi modal awal yang sudah dipegang. Selanjutnya, pemimpin juga harus memperhatikan peluang dan tantangan yang ada di sekitarnya, agar potensi yang sudah dimiliki itu dapat dikembangkan lebih optimal. Keseimbangan antara faktor internal/bawaan dan eksternal/bentukan itu akan membuat kualitas kepemimpinan menjadi semakin matang.

Dilema lain terkait dengan masalah koordinasi dan batas-batas kewenangan yang harus dijalankan dalam suatu kerja kelompok. Pemimpin perlu merumuskan dengan jelas proyek yang harus ditangani bersama dan formasi tim yang ditunjuk untuk menangani hal itu. Kemampuan untuk mengorganisir dan mengarahkan tenaga yang berasal dari berbagai latar belakang merupakan keunikan tersendiri. Banyak calon pemimpin yang tak mampu mengidentifikasi kompetensi bawahan atau anggota yang dipimpinnya, sehingga akhirnya ia terjebak pada gejala one man show. Segala sesuatu ingin diselesaikan sendiri, meski itu adalah hal yang mustahil.

Setelah melalui berbagai dilema dalam perjalanan kepemimpinannya, seseorang bisa membuat peta jalannya sendiri. Dia akan melangkah lebih mantap, karena tahu kekuatan dan kelemahan pribadi, serta kendala dan kesempatan yang terbuka di hadapannya. Bagian akhir dari buku ini bercerita tentang model kepemimpinan di abad 21, yang antara lain pernah dibahas oleh Joseph Rost (1993). Rost mengkritik pendekatan kepemimpinan yang terlalu mekanistik. Ia mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan saling mempengaruhi antara leader dan follower yang mencerminkan pencapaian tujuan bersama. Pemimpin dapat mengatasi dilema dan melalui masa sulit, apabila benar-benar memberdayakan dan mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan putusan. Resep sederhana, tapi tak mudah dilakukan. [spt]

Wawasan Kepemimpinan
Mengembangkan Wawasan Kepemimpinan
Gedung Pusat Studi Jepang di lingkungan Universitas Indonesia pada 25 April 2008 lalu terlihat penuh sesak. Lebih dari 700 mahasiswa menghadiri Seminar “Earth in the Crossroad” yang digelar PPSDMS Regional 1 Jakarta. Sebuah gebrakan dahsyat karena gedung PSJ sebenarnya berdaya tampung 250 orang. Bukan hanya peserta yang membludak, tapi pembicaranya juga kompeten, yakni pakar global warming, Amanda Katili (Ketua Sekretariat Presiden untuk Conference of Party ke-3 di Kyoto, Jepang), Gunardi (dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup), dan Nurul Isnaeni (Dosen FISIP UI Jurusan HI). Topik seminar adalah implikasi pemanasan global terhadap kehidupan manusia.
Seminar yang dimoderatori Andy Setyawan, mahasiswa Filsafat UI dan sekaligus Peserta PPSDMS Regional 1, itu menghadirkan Rektor UI Prof. Dr. Gumilar R. Sumantri sebagai pembicara kunci. Ia menceritakan pengalamannya seputar perubahan musim dan temperatur udara di beberapa kota, seperti Bandung dilanda hujan es, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. “Sivitas akademika UI sangat peduli dengan pelestarian lingkungan, karena itu segera meluncurkan program jalur bersepeda di sekeliling kampus”, ujar Pak Rektor.
Dalam paparannya, Amanda Katili, menampilkan slide yang pernah disajikan Al Gore, mantan Wakil Presiden AS yang memenangkan Nobel Perdamaian 2007. Sementara itu, Gunardi menjelaskan strategi pemerintah dalam menghadapi climate change dan tindak lanjut COP ke-13 di Bali. Pembicara terakhir, Nurul Isnaeni, mendedahkan agenda yang harus dikawal pasca Protokol Kyoto. Seminar dipuncaki tanya-jawab yang seru antara peserta dan pembicara.
Kegiatan seminar dan diskusi publik adalah salah satu program yang dirancang PPSDMS di seluruh regional untuk mengembangkan wawasan kepemimpinan. Selain di Jakarta, PPSDMS Regional 3 Yogyakarta juga menyelenggarakan Simposium Nasional Kepemimpinan Pemuda bertajuk “Kepemimpinan Pemuda dan Indonesia yang Lebih Baik” (19/5). Sebagai pembicara kunci tampil GKR Pembayun (Ketua Karang Taruna DI Yogyakarta) dan Menneg Pemuda dan Olahraga Dr. Adhyaksa Dault, SH. Tiga tokoh muda menjadi pembicara utama dalam diskusi bebas yang diikuti 600 peserta, yakni: Anis Baswedan, Ph.D (Rektor Universitas Paramadina), Deny Indrayana, Ph.D (Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM), dan Sudirman Said, MBA (Corporate Secretary PT Pertamina Pusat).
Peserta Regional 5 Bogor tak mau ketinggalan. Mereka mengadakan seminar kepemimpinan pada 20 April 2008 dengan tema “Boost Your Leadership Skill”, yang dibuka resmi Rektor IPB, Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, MSc. Direktur InterCafe, Iman Sugema, PhD., tampil dalam diskusi yang dihadiri 300 peserta. Acara bertambah meriah dengan ‘provokasi’ Master Trainer, Arief Munandar, dalam sessi khusus membongkar potensi diri. Kaum muda sebagai calon pemimpin masa depan memang harus menyadari kekurangan dan kelebihan dirinya, dan tak pernah berhenti belajar demi mengembangkan wawasan. [Spt. Laporan: Andy, Reza dan Galih]
sapto 26 May 2008 Berita, Berita Bogor, Berita Jakarta, Berita Jogjakarta

Judul: Re-Code Your Change DNA
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2007
Tebal: 250 + xviii


Apa yang menyebabkan seseorang, suatu organisasi atau suatu bangsa sulit berubah? Itulah sifat bawaan atau tradisi yang dipertahankan turun-temurun sejak zaman nenek-moyang dulu hingga anak-cucu sekarang. Bila sifat dan tradisi itu positif, mungkin menjadi berkah tersendiri. Sebaliknya bila negatif, maka sifat dan tradisi itu akan membelenggu setiap orang atau bangsa, sehingga gagal mencapai prestasi dan kemajuan yang diinginkan. Karena itulah, penulis buku ini menyarankan rumus jitu: Format ulang DNA Anda!

Di dalam diri kita ada DNA (deoxiribo nuclead acid) yang bersifat biologis dan behavioris. DNA Perubahan (Change DNA) adalah konsep tentang pembentuk perilaku manusia, yang diadopsi dan diperluas pengertiannya dari DNA Psiko-sosial atau DNA Wirausaha (Entrepreneurship DNA). Suatu konsep rumit, namun penulis mampu menjabarkannya kepada pembaca dengan bahasa yang renyah. Sajian buku ini tambah menarik karena dilengkapi dengan contoh-contoh praktis dari dalam dan luar negeri, serta didesain secara khusus untuk menonjolkan makna-makna kunci yang perlu ditangkap pembaca. Sebuah inovasi dalam penulisan buku manajemen dan kepemimpinan yang patut diacungi jempol.

Istilah DNA aslinya ialah sebuah unsur pembawa sifat yang berbentuk molekul yang menyimpan informasi tentang gen seseorang. Informasi itu disimpan dalam bentuk sandi berupa kode genetik (kodon). Ilmu genetika biologi terus berkembang dan kemudian membentuk cabang baru, yakni genetika perilaku. Berdasarkan penelitian T.L. Harrison (2005) diperkirakan sekitar 50% perbedaan kepribadian manusia terkait dengan genetikanya. Buku ini melacak akar perubahan dalam skala individu dan organisasi, dan mengajukan formula yang bisa diterapkan siapa saja.

Inilah buku kedua Rhenald Kasali yang tampil eksklusif setelah buku pertamanya, CHANGE, laris hingga mengalami cetak ulang beberapa kali. Penulis kini menjabat Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia. Sebelumnya, selama tujuh tahun ia mengepalai program doktor di kampus yang sama. Di luar tugas mengajar, ia membangun UKM Network Centre yang mendorong petani untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Pada tahun 2006, sebenarnya ia dicalonkan menjadi Guru Besar di Fakultas Ekonomi UI, tapi dijegal oleh oknum yang tak suka. Buat dia gelar formal tak terlalu penting, sebab masyarakat menuntut kontribusi kongkrit. Ia menjadi pembicara di berbagai seminar dalam dan luar negeri, disamping tampil di media elektronik berupa talk show di radio dan televisi.

Dalam buku ini kita diperkenalkan dengan model lima faktor (The Big 5) sebagai pembentuk kepribadian yang bersifat “highly inheritable” (sangat terbawa pada keturunan). Kelima faktor itu diformulasikan sebagai DNA Perubahan, sesungguhnya berasal dari konsep OCEAN (Costa & McCare, 1997) yang bermakna: “Openness to experience” (keterbukaan terhadap pengalaman baru), Conscientiousness (keterbukaan hati dan telinga), Extroversion (keterbukaan hubungan dengan orang lain), Agreeableness (keterbukaan terhadap kesepakatan), dan Neuroticism (keterbukaan terhadap tekanan psikologis).

Penulis tak hanya membeberkan bagaimana kelima faktor itu bekerja dalam diri manusia, melainkan juga bagaimana cara mengukur kelima faktor itu dalam diri kita masing-masing. Dengan begitu, kita bisa mengetahui kadar DNA Perubahan dalam diri sendiri. Bila terbukti DNA kita tak sesuai dengan perkembangan zaman, maka kita harus melakukan reformulasi itu.

Itulah proses Re-Code yang berarti membentuk kembali kode sel-sel pembentuk sifat agar fit dengan kebutuhan zamannya. Re-Code tak lain membentuk kembali cara berpikir dan cara memimpin. Dengan gamblang penulis melukiskan hubungan antara pikiran dan karakter manusia dengan hasil kerja dan penampilan seperti ilustrasi bongkahan es di atas air. Yang tampak di permukaan air hanya puncak gunung es (berupa kerja dan perilaku nyata), padahal di bawahnya tersembunyi akar es (emosi dan pikiran). Cara terbaik untuk melakukan perubahan ialah dengan menyentuh karakter dan pola pikir manusia.

Manusia menjadi pusat perhatian, sebab merekalah pelaku utama perubahan, sebelum penerapan teknologi atau teori manajemen dan pembenahan lingkungan. Bagian paling penting dari manusia itu adalah khalayak pemimpin, karena mereka yang akan menentukan arah yang hendak dituju. Setelah itu adalah kelompok orang yang kritis (critical mass) yang mempengaruhi kondisi organisasi. Penulis menguraikan secara bertahap, bagaimana menata ulang DNA individu dan organisasi (struktur, nuansa, keterkaitan, dan batasan kerja). Semuanya berpangkal pada Re-Code Pikiran, yakni mengubah cara berpikir yang berkutat pada masalah (problem based) menjadi pencarian solusi (solution based).

Jika pada bab-bab awal pembaca mengalami kesulitan pemahaman karena berbagai istilah teknis, penulis menganjurkan untuk melompat ke bab selanjutnya, tapi sebaiknya dibaca sampai tuntas. Dari situ kita merasakan sistematika pemikiran yang menggugah kesadaran. Namun, seperti anti-klimaks, pada bagian terakhir (Epilog) penulis berbicara tentang filosofi perubahan. Dijelaskannya, perbedaan antara manajer yang reaktif dengan manajer yang proaktif, yakni mereka yang tergantung pada fluktuasi kejadian yang muncul serta mereka yang selalu ingin membentuk dan mempengaruhi lingkungan dimana ia berada.

Ada empat filosofi perubahan yang ditelusuri, yaitu life cycle (siklus kehidupan), evolusi, dialektik (pertentangan antar tesis dan antitesis), dan teleologi (melihat jauh ke depan). Ini sebuah kajian mendasar yang harus dipahami peminat sosiologi dan antropologi. Setiap filosofi memiliki kata kunci, dasar penyebab, dan proses tersendiri. Di balik filosofi itu juga ada pemikirnya: Auguste Comte dan Herbert Spencer (siklus hidup), Charles Darwin dan George Mendel (evolusi), Hegel dan Karl Marx (dialektik), serta Margaret Mead dan Max Weber (teleologi). Pemikiran Comte dan Spencer sebenarnya pernah disinggung Ibnu Khaldun beberapa abad sebelumnya dalam Muqaddimah. Resep Re-Code DNA Perubahan ternyata bersumber dari kajian filosofis yang mendalam, bukan hanya formulasi manajemen terapan.

Melalui filosofi siklus hidup, Re-Code menegaskan pentingnya melakukan peremajaan (rejuvenasi) sebelum menjadi individu dan lembaga mengalami penuaan. Dalam filosofi teleologi, Re-Code dilakukan dengan target yang dibentuk dari perencanaan matang. Sedangkan filosofi evolusi dan dialektik memandang perubahan sebagai interaksi dua atau lebih institusi yang bersaing dan saling rebut pengaruh. Persaingan evolutif akan melahirkan seleksi alam, sehingga Re-Code berarti menyempurnakan proses interaksi agar muncul budaya inovasi. Sementara dialektik memandang adanya perbedaan yang menimbulkan konflik, sehingga Re-Code ditujukan untuk memelihara keberagaman.

Usai membaca buku ini, pembaca diharapkan mampu mengenal sumber perubahan dalam diri masing-masing. Setelah itu, baru bisa dilakukan perubahan dalam organisasi dan lingkungan yang lebih kuas. Kita seperti diingatkan pada dalil suci, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasih suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubah (karakter dalam) diri mereka”. [sapto]

Judul: Tarbiyah Qiyadiyah, Mencari Pioner Dakwah Panutan Umat
Penulis: Jasim Muhammad Muhalhil al-Yasin
Penerbit: Pustaka Nawaitu, Jakarta
Tahun: 2005

Saat ini banyak orang berbicara tentang sosok pemimpin ideal, tapi sayang kebanyakan berfokus pada perebutan posisi politik. Penulis buku ini menegaskan, kepemimpinan bukan persoalan jabatan atau kedudukan formal yang diperebutkan banyak orang. Sosok pemimpin pada dasarnya terkait dengan keteladanan yang membawa pengaruh kepada lingkungan, sehingga setiap orang memahami tugas yang harus diembannya demi mewujudkan tujuan bersama.

Istilah pemimpin dalam bahasa Arab ialah Qiyadah, dari akar Qa-id, yakni tiang yang menyangga bangunan atau tongkat yang menunjukkan arah jalan. Dari istilah sederhana itu tergambar betapa besar peran seorang pemimpin untuk menjaga keutuhan masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok berbeda kepentingan. Seorang pemimpin sejati mampu mengakomodasi segala aspirasi yang beragam dan mengarahkan seluruh potensi yang tersebar menuju cita-cita kolektif.

Judul asli buku ini adalah “Al-Qiyadah: al-Asbab ad-Dzatiyah li Tanmiyat al-Qiyadiyah” (faktor-faktor yang inheren untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan). Penulis, Jasim Muhalhil, yang dikenal sebagai penggerak dakwah lintas negara mengungkapkan seorang pemimpin harus mengenal potensi yang terdapat dalam dirinya, lalu berupaya mengaktualisasikan semua kebaikan dan menekan keburukan/kelemahan yang ada.

Proses tumbuhnya jiwa kepemimpinan itu mirip dengan perkembangan diri manusia. Ada fase kanak-kanak (marhalah at-Thufulah), ketika sekelompok orang taat pada figur yang sangat berpengaruh (paternalisme), sehingga hubungan yang terbangun bersifat patron-klien. Fase berikutnya adalah masa pancaroba (marhalah al-Bulugh) ditandai keinginan untuk berpendapat dan berkreasi secara bebas. Dan, fase terakhir berupa kondisi kematangan dan kedewasaan (marhalah al-Nudhji), melukiskan kesiapan untuk memikul beban bersama dan menaati aturan main yang terlembaga.

Lahirnya seorang pemimpin bisa disebabkan penugasan (qiyadah wazhifiyah) atau tuntutan situasi dan kondisi (zharfiyah mauqufiyah). Namun, yang lebih penting adalah memperhatikan nilai dan karakter (simatiyah) yang harus dibangun dari diri sang pemimpin. Dengan cukup jeli, penulis menjabarkan hubungan kepemimpinan dan kemampuan manajerial. Empat dimensi manajemen yang disinggung: perencanaan (takhthith), pengorganisasian (tanzhim), pengawasan (riqabah), dan pengarahan (taujih/direction).

Faktor pelaksanaan atau implementsi kerja (actuating) kurang dibahas. Padahal, itu merupakan titik lemah yang amat kentara. Banyak pemimpin yang paham nilai normatif atau kerangka konsepsional, namun lemah dalam penerapan kebijakan dan program. Selain itu, penulis juga menempatkan faktor pengawasan di awal sebagai prioritas, mengapa? Padahal, biasanya controlling atau monitoring dan evaluating dilakukan di tengah atau ujung proses sebagai umpan balik bagi kebijakan dan progam di masa datang.

Bagian paling menarik ialah resep 10 metoda untuk melejitkan potensi kepemimpinan. Pertama, memperkuat intuisi, kecakapan dan ketepatan mengambil putusan. Karena itu, kepemimpinan sering didefinisikan sebagai seni mengarahkan orang banyak atau seni mengambil putusan untuk kebaikan organisasi.

Kedua, menumbuhkan efektivitas pelaksanaan amal bagi para pengikut yang bersamanya. Daya mobilisasi dengan persuasi, bukan intimidasi atau manipulasi. Faktor yang menumbuhkan sikap dinamis para bawahan atau pengikut antara memberi ilustrasi atau contoh, menjelaskan fungsi imbalan dan urgensinya.

Ketiga, memperhatikan hukum-hukum kauniyah dan syar’iyah dalam pengelolaan organisasi. Tiga syarat penting perlu dipegang dalam hal pendayagunaan dan optimalisasi akal untuk pemecahan masalah, menjaga perasaan seseorang bahwa ia memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain (empati/kontribusi), dan keyakinan seorang pemimpin dengan impian yang akan diraihnya.

Keempat, pentingnya motivasi seorang qiyadah terhadap para pengikutnya. Kelima, selalu berusaha membuktikan ucapan/instruksi dengan amal nyata. Keenam, melatih diri dalam membuat perencanaan dan strategi yang baik. Ketujuh, membiasakan upaya menyelesaikan berbagai problema, jangan menghindar dari masalah, karena hanya akan membuat lemah. Kedelapan, menyiapkan iklim yang kondusif untuk beraktivitas dan memberi (caring and giving). Kesembilan, selalu berkomunikasi dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup, merujuk pada sumber nilai tertinggi dalam menghadapi kenyataan yang kompleks. Kesepuluh, penggunaan bahasa secara baik dalam interaksi keseharian dengan para pengikut dan masyarakat luas.

Pada akhirnya kualitas pemimpin ditentukan sikap disiplin, seperti ditampilkan Syaikh Ali bin Aqil (lahir 431 H), guru dari Imam Ibnul Jauzi. Ia pernah berkata: “Sungguh saya tidak bisa mentolerir diriku sendiri sekiranya ada satu jam dalam umurku yang tersia-siakan, sampai lisanku lalai dari belajar dan berdiskusi, pandanganku terlewat dari membaca. Maka, aku harus mengoptimalkan pikiranku saat beristirahat, kemudian aku tidak akan bangun, melainkan telah terlintas dalam piiranku apa yang akan aku tulis.” Disiplin untuk mengkomunikasikan ide kepada publik luas, agar kesadaran masyarakat meningkat.

Lebih tegas lagi, pernyataan Umar bin Khathah kepada Mua’wiyah, setelah penaklukan Alexandria, Mesir. Umar berujar: “Sekiranya aku tidur pada siang hari, pastilah aku telah menyia-nyiakan rakyatku (dari kewajiban pelayanan). Sekiranya aku tidur pada malam hari, pastilah aku telah menyia-nyiakan diriku sendiri (dari kewajiban beribadah). Karena itu, wahai Mua’wiyah, bagaimana pendapatmu, jika (ada yang) tidur dalam dua kondisi itu (terus-menerus sian dan -malam)?” Tak ada waktu istirahat untuk pemimpin, bila semua tugas publik dijalankannya dengan penuh komitmen. Rehatnya adalah masa transisi antara satu tugas menuju tugas lain. [spt]

Judul: Head, Heart, & Guts
Penulis: David L. Dotlich, Peter C. Cairo, & Stephen H. Rhinesmith
Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta
Tahun: 2007

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis lanjutan, tepat pada saat rakyat memperingati 10 tahun reformasi yang ditandai jatuhnya rezim Orde Baru. Sebagaimana krisis yang terjadi di tahun 1997 bermula dari goncangan moneter dunia, maka sekarang krisis itu juga dipicu oleh meroketnya harga minyak dunia. Krisis diperparah dengan ikut terkereknya harga komoditas pangan serta dampak dari kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat. Dalam kondisi yang sulit itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla akhirnya berkeyakinan untuk menaikkan harga minyak domestik dan mengurangi subsidi BBM yang dipandang menekan APBN.

Entah mengapa, rencana kenaikan harga BBM diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya atau – dengan kata lain – keputusan itu tertunda beberapa waktu, sehingga menimbulkan kontroversi politis dan lebih dahsyat lagi, menekan laju inflasi. Harga-harga kebutuhan pokok, termasuk ongkos pelayanan publik ikut terdongkrak, sebelum harga BBM benar-benar dinaikkan. Keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM akhirnya dilakukan (23/5), maka harga barang dan jasa yang sudah tinggi akan semakin melambung. Itu dampak dari kepemimpinan yang tidak bernyali, penentu kebijakan yang tidak mau mengambil resiko: berupa hilangnya popularitas atau tekanan politik dari mereka yang merasa dirugikan.

Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM mungkin telah dipertimbangkan dengan matang dari segi kalkulasi ekonomi makro, walaupun kalkulasi alternatif masih tetap terbuka untuk mempertahankan subsidi. Itu menyangkut aspek pemikiran (head leadership) yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah bisnis. Sayangnya, keputusan yang rasional itu tidak dikomunikasikan dengan rasa empati yang dalam terhadap penderitaan rakyat. Misalnya, argumentasi pemerintah yang didukung oleh para ekonom neokapitalis, bahwa pengurangan subsidi BBM bertujuan untuk menyelamatkan anggaran negara dan menumbuhkan kepercayaan asing. Lho, memangnya kesejahteraan rakyat bukan merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan pemerintah selama ini? Apa manfaat pengurangan subsidi bagi kemandirian ekonomi nasional, itu yang mestinya ditonjolkan.

Kebijakan yang penuh empati, bagian dari aspek kepemimpinan hati (heart leadership), jarang diterapkan di negeri ini. Pejabat pemerintah dan kelompok oposisi lebih suka berdebat tentang angka statistik, seraya membiarkan nasib rakyat semakin terjepit. Perdebatan berkepanjangan menyebabkan keputusan tertunda beberapa waktu, sebab para penentu kebijakan takut menghadapi tuntutan balik. Keberanian dalam menanggung resiko dan ketegasan dalam menetapkan putusan merupakan bagian dari kepemimpinan nyali (gut leadership), yang juga semakin langka kita saksikan dalam pentas nasional.

Lengkaplah sudah krisis kepemimpinan yang kita hadapi. Buku ini membuka wawasan kita bahwa pengembangan jiwa kepemimpinan yang menyeluruh (comprehensive leadership) amat dihajatkan untuk menyelesaikan permasalahan yang semakin kompleks. Sebaliknya, diingatkan penulis, betapa penerapan kepemimpinan yang parsial akan menimbulkan bencana yang lebih besar berupa hilangnya eksistensi (perusahaan atau bangsa) atau melemahnya kepercayaan pelanggan (dalam bisnis) atau konstituen (dalam politik).

Penulis menguraikan dengan gamblang keterpaduan aspek kepemimpinan haru smenjadi fokus lembaga pelatihan saat ini. Tantangan abad ke-21 semakin berat, karena itu dibutuhkan hadirnya pemimpin yang matang dengan mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Kepemimpinan kepala yang mengutamakan faktor kecerdasan ditandai oleh: kemampuan berpikir ulang tentang cara menyelesaikan tugas, merancang ulang berbagai kerangka batasan ketika diperlukan, memahami kompleksitas dunia sekitar, berpikir strategis tanpa kehilangan kemampuan untuk melihat tujuan jangka pendek, mencari gagasan di dalam dan di luar perusahaan, serta mengembangkan sudut pandang yang terbuka. Bagi kepemimpinan kepala tak ada soal yang tidak bisa diselesaikan secara matematis dan ekonomis, semua perkara bisa dikuantifikasi dan dihitung dengan cermat, agar dipilih: mana yang paling menguntungkan.

Sementara itu, kepemimpinan hati memprioritaskan faktor kepekaan dalam jiwa ditandai oleh: kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhan perusahaan dan manusia, menciptakan kepercayaan antara karyawan dan pemegang kepentingan (stakeholders), mengembangkan simpati sejati diberbagai tempat kerja, menciptakan lingkungan yang membuat orang-ornag dapat berkomitmen sungguh-sungguh, mengetahui apa yang penting, memahami dan mengatasi hambatan potensial dalam diri. Bagi kepemimpinan hati, persoalan tidak hanya dicermati secara kasat mata, tapi apa yang tersembunyi di balik fakta. Kemampuan untuk meyakinkan masyarakat di masa sulit melalui persuasi dan keteladanan merupakan manifestasi kebesaran jiwa sang pemimpin.

Lalu, kepemimpinan nyali memusatkan perhatian pada aspek keberanian yang jarang diungkap. Tipologi ini ditandai oleh: keberanian mengambil resiko dengan data yang belum lengkap, menyeimbangkan resiko dan penghargaan, bertindak dengan integritas penuh meskipun ada kesulitan, terus-menerus mengupayakan apa yang diperlukan agar berhasil, terus berupaya menghadapi kesulitan, dan tidak takut membuat keputusan tegas. Pemimpin jenis ini telah mengatasi segala rasa takut akan kegagalan dan memompa keberanian para pengikutnya untuk meraih keberhasilan dengan pengorbanan sehebat apapun, seperti kisah perjuangan Thariq bin Ziyad dalam sejarah Islam yang menaklukkan semenanjung Iberia.

Penulis buku ini adalah tiga sekawan yang terlibat dalam lembaga pelatihan untuk para eksekutif top dunia. David L. Dotlich menjabat Presiden Mercer Delta Executive Learning Centre yang menjadi konsultan untuk perusahaan besar seperti Johnson & Johnson, Nike, Bank of America dan Toshiba. Peter C. Cairo adalah konsultan yang memiliki spesialisasi pengembangan kepemimpinan dan efektivitas organisasi. Ia menghabiskan waktu 20 tahun di Columbia University sebagai Ketua Department of Organizational and Counseling Psychology. Sedangkan Stephen H. Rhinesmith merupakan rekanan di Mercer Delta yang ahli di bidang bisnis global dan implementasi strategi. Rhinesmith pernah menulis buku berjudul A Manager’s Guide to Globalization. Dotlich dan Cairo sebelumnya telah menulis bersama buku berjudul Why CEOs Fail: The 11 Behaviors that Can Derail Your Climb to the Top and How to Manage Them.

Setelah membaca buku ini, kita berharap akan lahir kepemimpinan yang paripurna di negeri ini, karena persoalan yang kita hadapi juga bersifat sangat kompleks. Hanya pemimpin yang mampu memadukan potensi akal, nurani dan nyalinya akan sanggup menghadapi tantangan berat. Pemimpin yang tak cerdas, tak peka, dan tak bernyali, silakan mundur teratur, sebelum dikalahkan kondisi yang semakin buruk tak terkendali. [spt]

“Different times produce different minds”

“Zaman yang berbeda menghasilkan pemikiran yang berbeda”, demikian kutipan buku kedua Taufik Bahaudin yang membahas topik kepemimpinan dengan pendekatan mutakhir dan multidimensi, namun sangat Indonesia! Berbagai tantangan kepemimpinan dan peran sentral pemimpin dalam menghadapi situasi turbulensi, khususnya yang dihadapi bangsa ini, dikupas dari berbagai sisi secara baru dan unik. Kelebihan – dan sekaligus kelemahan – buku ini, adalah isinya yang sangat padat. Seolah-olah Taufik ingin menumpahkan seluruh pergulatan pemikirannya hanya dalam satu buku. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa isi buku ini sebenarnya dapat dijabarkan dengan lebih cair dan renyah dalam lima buku berbeda.

Berangkat dari premis dasar bahwa krisis yang dialami setiap organisasi, termasuk suatu bangsa atau negara, berakar pada krisis kepemimpinan, Taufik mengawali bukunya dengan mengurai tantangan lingkungan eksternal dalam milenium ketiga sebagai the century of brain and the millennium of mind. Hal tersebut dipaparkan sebagai justifikasi atas konsep “brainware leadership mastery” yang diusungnya. Taufik juga mengemukakan beberapa model pembabakan era persaingan untuk memetakan posisi kita saat ini berikut konsekuensinya, khususnya berupa tantangan terhadap kecerdasan kita, yang tidak dapat lagi diantisipasi sekedar dengan kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ), namun menuntut peran kunci kecerdasan spiritual (SQ) sebagai induk segala kecerdasan yang memiliki transformative power.

Yang juga sangat menarik adalah uraian Taufik mengenai mentalitas “kerusakan bukan pada pesawat TV saya”, di samping ketidakmauan/ketidakmampuan berpikir serba sistem (systems thinking) dalam melihat tantangan yang ada, yang menyebabkan kita begitu terpuruk dalam meniti gelombang turbulensi.

Belajar dan berubah adalah satu-satunya cara untuk tidak tergilas oleh turbulensi. ”If you don’t change, you die,” begitulah kata C.K. Prahalad. Sebagai pakar mindsetting, Taufik melihat proses itu sebagai proses membangun ’piranti lunak’ (neural path-way) baru yang dibutuhkan di otak dan pikiran (proses learning), sekaligus menghapus neural path-way lama yang bertentangan (proses unlearning). Proses tersebut diawali dengan membangun mental pembelajaran (learning mental) – self-awareness, self-acceptance, self-improvement – dan kemudian diikuti dengan membangun perilaku pembelajaran (learning behavior) – observe, assess, design, implement — dengan mendayagunakan daya transformatif yang dimiliki oleh kecerdasan spiritual (SQ) sebagai mesin penggeraknya.

Selain turbulensi eksternal, ternyata manusia juga menghadapi turbulensi internal yang tak kalah dahsyat dalam dirinya. Taufik membedah hal ini dengan kerangka konsep Spiral Dynamics. Kita diajak memahami bahwa perilaku manusia dalam merespon stimulus eksternal merupakan refleksi keyakinannya mengenai makna stimulus tersebut yang tergambar dalam pola pikir (mind-set)-nya. Sumber terdalam dari mind-set adalah ‘DNA’ Psikologis-Sosial atau Jenjang Eksistensi Psikologis (Level of Psychological Existences), yang menentukan warna pikiran (colors of thinking) orang/kelompok orang yang bersangkutan.

Riset empat puluh tahun Clare W. Graves yang kemudian dilanjutkan oleh sejumlah pakar, antara lain Cowan dan Todorovich, mengidentifikasi delapan jenjang spiral yang bergerak secara dinamis. Penghayatan atas konsep ini mengantarkan pemimpin pada strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas spiral mind masyarakatnya, sekaligus mengendalikan sisi negatif dan destruktif dari spiral mind yang sedang eksis saat ini. Sebaliknya, kesalahan dalam memilih pemimpin dengan jenjang ‘DNA’ Psikologis-Sosial yang sama atau lebih rendah dari masyarakatnya akan menurunkan kualitas spiral mind masyarakat itu.

Pencerahan dan perspektif baru dalam memahami realitas kekinian bangsa ini kita peroleh dari penggunaan konsep ‘DNA’ Psikologis Sosial sebagai pisau analisis atas berbagai kasus kontemporer Indonesia, seperti kerusuhan Maluku, kasus Poso, dan sepak terjang sejumlah LSM lokal yang tidak bisa dilepaskan dari skenario global. Bahkan, Taufik mengungkapkan secara terbuka nama sejumlah LSM yang ditengarai telah menjadi ‘perpanjangan tangan’ kepentingan asing tersebut.

Berhadapan dengan realitas yang turbulen tersebut, Taufik melihat milenium ketiga sebagai eranya para superleader, yaitu pemimpin yang mampu mengembangkan pengikutnya menjadi pemimpin juga dengan ‘modal’ rasa percaya dan hormat (trust and respect) dari orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin dilihat sebagai sosok yang berperan menginisiasi perubahan melalui inovasi, berfokus pada manusia (pengikutnya) dengan membangun komitmen mereka, mengoptimalkan pemanfaatan tacit knowledge dan street smartness, serta membangun kerjasama tim yang tangguh. Untuk menjalankan peran strategis tersebut, kualitas modal spiritual, jenjang ‘DNA’ Psikologis-Sosial yang tinggi, serta brain strengths yang sesuai, merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pemimpin.

Kualitas modal spiritual dan jenjang ‘DNA’ Psikologis-Sosial sangat menentukan kualitas kepemimpinan di era global yang merupakan era krisis makna, dengan kapitalisme sebagai ‘jantung’-nya. Era ini menuntut pemimpin yang perilakunya bersumber pada motivasi Kebutuhan Tingkat Tinggi (Higher Needs) dalam Skala Motivasi Marshall atau Motivasi Tingkat Tinggi (2nd Tier – Being Level) dalam jenjang Spiral Dynamics. Dipenuhinya prasyarat dari sisi modal spiritual dan jenjang spiral mind tersebut akan membuat seorang pemimpin mampu mencapai Level 5 Executive pada model Lima Jenjang Kapabilitas Individual dalam Organisasi dari Jim Collins. Pemimpin di jenjang ini memiliki kekuatan yang luar biasa, lahir dari gabungan yang bersifat paradoksal antara kemauan yang kuat sebagai profesional dan kepribadian yang rendah hati. Mereka adalah pemimpin yang bekerja ‘dalam kesunyian’, yaitu berkontribusi untuk kemaslahatan organisasi dan para pengikutnya, bukan demi kemasyhuran dirinya.

Konteks keindonesiaan buku ini mendapat ruang yang kian luas dalam ulasan tentang berbagai falsafah luhur Nusantara mengenai pemimpin dan kepemimpinan yang “tak lapuk karena hujan, tak lekang karena panas”. Selain model Perilaku Pembelajaran dalam bentuk siklus observe, assess, design, implement (OADI) dari Peter Senge, Taufik juga mengangkat model proses pembelajaran siklus 3N yang terdiri dari niteni, niruake dan nambahi. Pada saat berbicara tentang guiding principles bagi perilaku pemimpin, Taufik mengangkat 4 prinsip kepemimpinan Wali Songo, yang terdiri dari surti (mengawali segala sesuatu dengan niat baik), titi (menganalisis segala sesuatunya dengan mendalam), nastiti (kompeten dan paham benar apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya), serta gumanti (dorongan untuk membimbing).

Disamping itu, diungkap pula berbagai konsep kepemimpinan asli Indonesia yang sarat dengan falsafah luhur yang mungkin sebagian sudah terlupakan, seperti Tiga Peran Pemimpin dan Sepuluh Sifat Pemimpin yang Efektif dalam Kepemimpinan Sultan Banten, falsafah Wahyu Makuto Romo yang bersumber dari pewayangan, serta konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang sudah lama kita kenal (ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, tutwuri handayani).

Berangkat dari keluasan pengalaman empiriknya, Taufik juga membahas secara rinci, runtut, dan praktis bagaimana proses membangun Brainware Leadership Mastery dilakukan, diawali dengan membangun Brainware Self-Mastery, sebagai prasyarat mutlaknya. Seseorang tidak mungkin menjadi pemimpin yang efektif dan berkualitas bagi orang lain sebelum ia mampu menjadi pemimpin yang efektif dan berkualitas bagi dirinya sendiri, yang ukurannya adalah kualitas self-mastery atau self-leadership. Self-mastery yang dibangun dengan dasar modal spiritual (antara lain keyakinan atau beliefs yang kuat) dan jenjang ‘DNA’ Psikologis-Sosial yang tinggi akan membuat seseorang memiliki kemampuan menjalin hubungan baik dengan dirinya sendiri (intrapersonal skills), sehingga dia tidak terjebak menjadi rendah diri atau sebaliknya, arogan.

Selanjutnya, self-mastery akan menjadi modal bagi dirinya untuk mampu membangun trust and respect dari orang lain, sehingga ia mampu membangun persepsi yang sama (shared-meaning) dan nilai-nilai bersama (shared-values), serta menggerakkan para pengikutnya ke arah visi bersama (shared-vision). Secara mendalam Taufik mengungkapkan kekuatan yang luar biasa dari keyakinan sebagai bagian dari modal spiritual, dilengkapi dengan pengalaman beberapa eksekutif negeri ini, di samping model terapan Segitiga Modal Spiritual yang menggambarkan bagaimana keyakinan yang sudah berada pada jenjang conviction akan membuat seorang pemimpin mampu tegar dalam goncangan turbulensi dengan senjata keikhlasan, yang ditopang oleh prasangka baik terhadap Allah Yang Mahaesa, senantiasa bersabar, serta tetap bersyukur.

Masih langka rasanya buku karya anak bangsa yang mengulas kepemimpinan dari sisinya yang paling lunak dan esensial dengan konsep dan pendekatan baru, mengedepankan kepraktisan cara berpikir eksekutif dan praktisi tanpa mengabaikan kedalaman kajian serta keluasan wawasan. Di sinilah letak kekuatan buku ini, di samping nuansa keindonesiaannya yang kental, yang membuat buku ini mampu berkontribusi secara signifikan bagi pencerahan bangsa. Deretan keunggulan tersebut membuat kepadatan berlebih di beberapa bagian dan sejumlah salah cetak yang luput dalam penyuntingan menjadi termaafkan. [Arief M.]

BRAINWARE LEADERSHIP MASTERY

Kepemimpinan Abad Otak dan Milenium Pikiran

Penulis : Taufik Bahaudin

Tebal : + 354 halaman

Penerbit : PT Elex Media Komputindo

Judul : Model Kepemimpinan dalam Amal Islami, Studi Tokoh Pergerakan Islam Kontemporer

Penulis : Musthafa Muhammad Thahhan

Penerbit: Robbani Pers, 1997

Sebuah buku penting membahas topik yang jarang diungkap. Biasanya penulis lain akan menguraikan biografi dan perjalanan pemikiran sang tokoh, lalu menempatkan posisi sang tokoh di antara para pemikir lainnya. Berbeda dengan penulis buku ini yang menjelaskan sepak terjang para tokoh serta dampak perjuangannya terhadap masyarakat.

Ini adalah terjemahan dari karya asli berjudul, “Al-Qiyaadah fi al-Amal al-Islami”. Versi terjemahan merupakan jilid kedua dari seri aslinya. Pada jilid pertama penulis mengupas sepak juang Hassan al-Banna, dan belum sempat diterjemahkan. Sedangkan, pada jilid kedua dibeberkan rahasia hidup lima tokoh: Musthafa as-Siba’i, Izzuddin al-Qassam, Abdul Hamid bin Badis, Abul A’la al-Maududi, dan Badiuzzaman Sa’id an-Nursi.

Kelima tokoh itu berasal dari wilayah berbeda dan menjalankan peran beragam: as-Siba’i berasal dari Suriah yang berposisi sebagai ulama dan politisi, al-Qassam adalah komandan perang Palestina yang melawan penjajah Inggris dan Zionis, Bin Badis berasal dari Aljazair yang berperan sebagai ulama dan pendidik, al-Maududi berasal dari Pakistan yang dikenal sebagai pemikir dan pemimpin organisasi, sementara Sa’id an-Nursi adalah pemimpin kelompok sufi dari Turki.

Tokoh pertama as-Siba’i menjabat wakil ketua Majelis Perwakilan Suriah dan anggota komisi pembentukan konstitusi, saat negeri itu dijajah Perancis. Ia dikenal juga sebagai jurnalis dan penerbit, mulai dari majalah Al-Manar (1947), koran As-Syihab (1950), dan majalah Hadharat al-Islam. Ia biasa menulis naskah di atas kendaraan dalam perjalanan dari rumahnya di pinggiran kota Hamash menuju ibukota Damaskus.

Tatkala menjadi dosen, Siba’i menerapkan metoda baru, forum diskusi pekanan yang dikenal sebagai Qa’ah al-Bahts (forum kajian). Dia berperan sebagai moderator dan fasilitator, sementara mahasiswa menyampaikan presentasi dan saling mengkritik satu sama lain. Pada era tahun 1950-an di Timur Tengah, hal itu merupakan metoda ganjil yang dipandang dapat meruntuhkan wibawa sang dosen.

Ijtihadnya diakui lintas negara sebagai penulis prolifik dengan aneka tema: mulai dari buku As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri al-Islami (As-Sunnah dan kedudukannya dalam perundang-undangan Islam), al-Istirakiyah al-Islam (Sosialismes Islam), al-Mar’ah baina al-Fiqh wa al-Qanun (Kedudukan perempuan dalam fiqh Islam dan perundang-undangan umum), Akhlaquna al-Ijtima’iyah (Moralitas Sosial Kita), Hakadza Allamatni al-Hayat (Beginilah Kehidupan Mengajari Aku, terdiri dari dua jilid tentang falsafah sosial dan politik), dan 22 judul buku lainnya. Pada saat meninggal, dia masih mewarisi 17 manuskrip.

Nama Izzuddin al-Qassam lebih dikenal sebagai brigade pemberani yang mengangkat pamor gerakan Hamas di Palestina. Jarang orang mengetahui pemimpin kelahiran Suriah pada 1871 itu adalah pelopor pemberontakan petani Palestina di tahun 1936, yang dikenal sebagai Revolusi Buraq. Revolusi itu dipersiapkan sejak tahun 1925. Pada masa awal perjuangan untuk membangun organisasi yang solid, ia menjalankan peran yang tampak remeh. Ia pernah menjadi guru mengaji di Masjid an-Nashr di Haifa, bergabung dan akhirnye memimpin Perkumpulan Pemuda Muslim (Jam’iyah as-Syubban al-Muslimin, 1927), menjadi khatib di Masjid Istiqlal (masjid terbesar di kotanya), dan akhirnya menjadi pegawai di kantor urusan agama/syariat (1929).

Dengan beragam posisi itu ia mengenal berbagai individu dan kelompok, serta mengetahui orientasi perjuangan mereka. Sehingga, dengan mudah ia menyeleksi siapa saja yang patut diundang ke rumah untuk diajak berdiskusi tentang pembebasan Tanah Air dari cengkeraman penjajah. Pemimpin pergerakan saat itu bersifat kolektif, disamping Al-Qassam ada empat orang tokoh lain: Abdul Qasim, Mahmud Za’rurah, Mahmud Shalih, dan Abu Ibrahim al-Kabir.

Dalam bahasa penulis, “Al Qassam hidup di rumah sederhana. Duduk, tidur dan bangun di tengah-tengah saudara dan putra-putranya, bersama para pejuang. Bergaul dan membaur bersama mereka, melayani kebutuhan mereka. Ketika datang saat berperang, ia pun maju ke medan tanpa melihat usia enam puluh tahun sebagai kendala”. Tidak dikenal dalam kamus al-Qassam ungkapan, “Ada pemimpin lapangan dan ada pemimpin lain di kantor pusat”. Buat al-Qassam, pemimpin tak boleh membangun benteng dan menjauhi masyarakatnya.

Tokoh ketiga, Bin Badis bisa disebut bapak perjuangan Aljazair. Musuh Aljazair, saat itu dijajah Perancis, bukan hanya bersifat militer dan politik, tapi terutama: kemiskinan, kebodohan dan pemurtadan. Budaya penjajah yang merasuk ke berbagai kalangan masyarakat dinilai lebih berbahaya ketimbang imperialisme fisik. Bin Badis mendirikan Jam’iyah Ulama al-Muslimin Aljazairiyah (Perhimpunan Ulama Muslim di Aljazair) pada 1953. Inspirasi gerakan itu dari Jamaluddin al-Afhgani dan Muhammad Rasyid Ridha yang menerbitkan majalah Al-Urwat al-Wutswa dan al-Manar. Ia lahir di Constantine, 5 Desember 1889 dari seorang ayah, Musthafa bin Makki bin Badis yang hafidz al Qur’an dan anggota Majelis Tinggi di kotanya. Ibunya, Zuhairah binti Ali bin Jalul dari keluarga berilmu dan terhormat. Nenek moyangnya, Bulkin bin Zumairi bin Manna dari suku Shanhajah Amazig (Barbar) adalah Gubernur wilayah Afrika dan Maghribi Tengah pada masa Khilafah Fathimiyah (Al Mu’iz li Dinilah, 362-373).

Rencana pendidikan umat dan pembebasan negeri Aljazair disiapkan Bin Badis di Madinah bersama kawan seperjuangannya, Basyir al-Ibrahimi. Selama tiga bulan mereka berdiskusi di Masjid Nabawi mempertimbangkan segala perkara yang diperlukan bagi perbaikan umat. Dari situ lahir ide pembentukan Jam’iyah Ulama Muslimin Aljazair. Dalam perjalanan pulang, Bin Badis mampir dan berdialog dengan para ulama di berbagai negeri: Suriah, Lebanon, Mesir dan lain-lain. Prinsip perjuangannya yang terkenal, memperbaiki aqidah jadi pangkal perubahan dan tak ada ishlah (reformasi) tanpa pembinaan. Dengan dana pribadi dan dukungan umat, ia mendirikan 350 sekolah secara bertahap dan meluluskan 150 ribu siswa yang fasih berbahasa Arab.

Maududi, pendiri Jamiat Islami di anak benua India, ikut menggagas terbentuknya Republik Islam Pakistan bersama Muhammad Iqbal. Keistimewaan Maududi dicatat penulis: jenius sejak dini, kepribadian multi bakat, kedalaman pemahaman tentang Islam, interaksi aktif dengan pergerakan, tegar menghadapi kesulitan, dan teliti dalam menentukan substansi dan konsepsi. Pada usia sebelas tahun, ia sudah duduk di kelas 8 (setara 2 SMP). Pada usia 15 tahun, ia bekerja sebagai redaktur sebuah harian di kota Pajnoor. Pada usia 16 tahun ikut bergabung dalam Gerakan Khilafat yang ingin mengembalikan kejayaan Islam pasca runtuhnya Turki Utsmani. Saat itu ia juga bekerja sebagai redaktur majalah At Taj yang terbit di Jabalpoor. Di usia 19 tahun ia menjadi pemimpin redaksi majalah itu, yang kemudian diubah menjadi koran harian.

Ia merantau ke Delhi dan bergabung dalam Jam’iyah Ulama Hind yang dipimpin Syaikh Ahmad Said. Apa yang menyebabkan Maududi hidup mandiri sejak dini? Ayahnya menderita sakit keras, sehingga ia harus mencari penghasilan sendiri. Ia mendirikan Jamiat Islami pada 26 Agustus 1941. Bersama Iqbal, ia menolak rekayasa Inggris untuk memecah-belah persatuan Islam dan mengadu-domba Muslim dengan kaum Hindu. Islam pernah menjadi mayoritas di India dan berkuasa sangat lama. Tapi, persatuan itu pecah menjadi Pakistan, dan akhirnya pecah lagi menjadi Bangladesh. Dalam keprihatinan, ia menulis Turjuman al Qur’an, Khilafah wa al-Mulk, al Huquq al Madaniyah (Hak-hak Warga Negara) dan buku penting lain dalam bidang sosial-politik. Secara sadar, ia mengundurkan diri dari organisasi pada November 1972, agar tampil generasi muda, dan meninggal 22 September 1979.

Said Nursi dilahirkan di desa kecil Herzan pada 1873 dari keluarga suku Kurdi. Pada usia 9 tahun menuntut ilmu, berpindah-pindah dari suatu madrasah ke madrasah lain. Pada usia 18 tahun telah menguasasi Ulumul Qur’an, Ushul Fiqh, bahasa dan logika. Oleh karena itu dijuluki “Sait Mesur”, tokoh yang terkenal karena kealimannya. Dikenal sebagai seorang yang zuhud dengan semboyan “Tinggalkan yang meragukan menuju perkara yang tidak meragukan”. Akan tetapi, prinsip itu tak menghalangi belajar memanah dan gulat, ia juga sempat masuk dinas militer pada saat Perang Dunia I.

Kondisi Turki amat buruk, tahun 1908, Sultan Abdul Hamid II disingkirkan. Organisasi Ittihad ve Terekki Cemiyeti (Perhimpunan untuk Persatuan dan Kemajuan) dipimpin Musthafa Kemal membawa misi sekulerisme dengan dukungan organisasi rahasia Freemasonry. Said Nursi melawan praktek sekulerisme, hingga ditahan dan divonis dalam pengadilan zalim. Meski diasingkan, ia menerbitkan Risalah Nursiyah, yang diedarkan dan diperbanyak muridnya yang tergabung dalam Jamaah Nur.

Itulah pola kepemimpinan yang pernah tampil dalam pergerakan Islam. Tugas generasi sekarang untuk mempelajari dan menimba hikmah bagi masa depan pergerakan yang lebih mantap. [spt]

;;
TI0909