Judul: Head, Heart, & Guts
Penulis: David L. Dotlich, Peter C. Cairo, & Stephen H. Rhinesmith
Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta
Tahun: 2007
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis lanjutan, tepat pada saat rakyat memperingati 10 tahun reformasi yang ditandai jatuhnya rezim Orde Baru. Sebagaimana krisis yang terjadi di tahun 1997 bermula dari goncangan moneter dunia, maka sekarang krisis itu juga dipicu oleh meroketnya harga minyak dunia. Krisis diperparah dengan ikut terkereknya harga komoditas pangan serta dampak dari kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat. Dalam kondisi yang sulit itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla akhirnya berkeyakinan untuk menaikkan harga minyak domestik dan mengurangi subsidi BBM yang dipandang menekan APBN.
Entah mengapa, rencana kenaikan harga BBM diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya atau – dengan kata lain – keputusan itu tertunda beberapa waktu, sehingga menimbulkan kontroversi politis dan lebih dahsyat lagi, menekan laju inflasi. Harga-harga kebutuhan pokok, termasuk ongkos pelayanan publik ikut terdongkrak, sebelum harga BBM benar-benar dinaikkan. Keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM akhirnya dilakukan (23/5), maka harga barang dan jasa yang sudah tinggi akan semakin melambung. Itu dampak dari kepemimpinan yang tidak bernyali, penentu kebijakan yang tidak mau mengambil resiko: berupa hilangnya popularitas atau tekanan politik dari mereka yang merasa dirugikan.
Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM mungkin telah dipertimbangkan dengan matang dari segi kalkulasi ekonomi makro, walaupun kalkulasi alternatif masih tetap terbuka untuk mempertahankan subsidi. Itu menyangkut aspek pemikiran (head leadership) yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah bisnis. Sayangnya, keputusan yang rasional itu tidak dikomunikasikan dengan rasa empati yang dalam terhadap penderitaan rakyat. Misalnya, argumentasi pemerintah yang didukung oleh para ekonom neokapitalis, bahwa pengurangan subsidi BBM bertujuan untuk menyelamatkan anggaran negara dan menumbuhkan kepercayaan asing. Lho, memangnya kesejahteraan rakyat bukan merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan pemerintah selama ini? Apa manfaat pengurangan subsidi bagi kemandirian ekonomi nasional, itu yang mestinya ditonjolkan.
Kebijakan yang penuh empati, bagian dari aspek kepemimpinan hati (heart leadership), jarang diterapkan di negeri ini. Pejabat pemerintah dan kelompok oposisi lebih suka berdebat tentang angka statistik, seraya membiarkan nasib rakyat semakin terjepit. Perdebatan berkepanjangan menyebabkan keputusan tertunda beberapa waktu, sebab para penentu kebijakan takut menghadapi tuntutan balik. Keberanian dalam menanggung resiko dan ketegasan dalam menetapkan putusan merupakan bagian dari kepemimpinan nyali (gut leadership), yang juga semakin langka kita saksikan dalam pentas nasional.
Lengkaplah sudah krisis kepemimpinan yang kita hadapi. Buku ini membuka wawasan kita bahwa pengembangan jiwa kepemimpinan yang menyeluruh (comprehensive leadership) amat dihajatkan untuk menyelesaikan permasalahan yang semakin kompleks. Sebaliknya, diingatkan penulis, betapa penerapan kepemimpinan yang parsial akan menimbulkan bencana yang lebih besar berupa hilangnya eksistensi (perusahaan atau bangsa) atau melemahnya kepercayaan pelanggan (dalam bisnis) atau konstituen (dalam politik).
Penulis menguraikan dengan gamblang keterpaduan aspek kepemimpinan haru smenjadi fokus lembaga pelatihan saat ini. Tantangan abad ke-21 semakin berat, karena itu dibutuhkan hadirnya pemimpin yang matang dengan mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Kepemimpinan kepala yang mengutamakan faktor kecerdasan ditandai oleh: kemampuan berpikir ulang tentang cara menyelesaikan tugas, merancang ulang berbagai kerangka batasan ketika diperlukan, memahami kompleksitas dunia sekitar, berpikir strategis tanpa kehilangan kemampuan untuk melihat tujuan jangka pendek, mencari gagasan di dalam dan di luar perusahaan, serta mengembangkan sudut pandang yang terbuka. Bagi kepemimpinan kepala tak ada soal yang tidak bisa diselesaikan secara matematis dan ekonomis, semua perkara bisa dikuantifikasi dan dihitung dengan cermat, agar dipilih: mana yang paling menguntungkan.
Sementara itu, kepemimpinan hati memprioritaskan faktor kepekaan dalam jiwa ditandai oleh: kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhan perusahaan dan manusia, menciptakan kepercayaan antara karyawan dan pemegang kepentingan (stakeholders), mengembangkan simpati sejati diberbagai tempat kerja, menciptakan lingkungan yang membuat orang-ornag dapat berkomitmen sungguh-sungguh, mengetahui apa yang penting, memahami dan mengatasi hambatan potensial dalam diri. Bagi kepemimpinan hati, persoalan tidak hanya dicermati secara kasat mata, tapi apa yang tersembunyi di balik fakta. Kemampuan untuk meyakinkan masyarakat di masa sulit melalui persuasi dan keteladanan merupakan manifestasi kebesaran jiwa sang pemimpin.
Lalu, kepemimpinan nyali memusatkan perhatian pada aspek keberanian yang jarang diungkap. Tipologi ini ditandai oleh: keberanian mengambil resiko dengan data yang belum lengkap, menyeimbangkan resiko dan penghargaan, bertindak dengan integritas penuh meskipun ada kesulitan, terus-menerus mengupayakan apa yang diperlukan agar berhasil, terus berupaya menghadapi kesulitan, dan tidak takut membuat keputusan tegas. Pemimpin jenis ini telah mengatasi segala rasa takut akan kegagalan dan memompa keberanian para pengikutnya untuk meraih keberhasilan dengan pengorbanan sehebat apapun, seperti kisah perjuangan Thariq bin Ziyad dalam sejarah Islam yang menaklukkan semenanjung Iberia.
Penulis buku ini adalah tiga sekawan yang terlibat dalam lembaga pelatihan untuk para eksekutif top dunia. David L. Dotlich menjabat Presiden Mercer Delta Executive Learning Centre yang menjadi konsultan untuk perusahaan besar seperti Johnson & Johnson, Nike, Bank of America dan Toshiba. Peter C. Cairo adalah konsultan yang memiliki spesialisasi pengembangan kepemimpinan dan efektivitas organisasi. Ia menghabiskan waktu 20 tahun di Columbia University sebagai Ketua Department of Organizational and Counseling Psychology. Sedangkan Stephen H. Rhinesmith merupakan rekanan di Mercer Delta yang ahli di bidang bisnis global dan implementasi strategi. Rhinesmith pernah menulis buku berjudul A Manager’s Guide to Globalization. Dotlich dan Cairo sebelumnya telah menulis bersama buku berjudul Why CEOs Fail: The 11 Behaviors that Can Derail Your Climb to the Top and How to Manage Them.
Setelah membaca buku ini, kita berharap akan lahir kepemimpinan yang paripurna di negeri ini, karena persoalan yang kita hadapi juga bersifat sangat kompleks. Hanya pemimpin yang mampu memadukan potensi akal, nurani dan nyalinya akan sanggup menghadapi tantangan berat. Pemimpin yang tak cerdas, tak peka, dan tak bernyali, silakan mundur teratur, sebelum dikalahkan kondisi yang semakin buruk tak terkendali. [spt]
Label: Resensi Buku