Kepemimpinan sering dinisbatkan dengan nama-nama besar, seakan-akan orang kecil dan rakyat biasa tak bisa berbuat sesuatu yang bernilai penting. Padahal, di dalam diri setiap orang tersembunyi jiwa kepemimpinan dengan kualitas masing-masing. Penulis buku ini menegaskan, “The most important leader you study in this book is … yourself”. Karena itu, buku ini bisa menjadi pegangan untuk pembinaan pribadi (personal development) bagi calon pemimpin yang ingin mengetahui potensi dirinya dan meningkatkan kapasitas yang selama ini terpendam.
Sebagai panduan, penulis menyodorkan kepada pembaca keterampilan untuk menggali potensi diri (map-reading), menguji potensi dan kapasitas yang dimiliki (map-testing), dan membentuk serta menentukan kapasitas yang diinginkan (map-making). Dengan alur pembinaan macam itu terlihat bahwa setiap pemimpin harus mampu mengembangkan disiplin diri yang kuat.
Dengan cara yang menarik, penulis menggambarkan perjalanan kepemimpinan seseorang melalui metafor: kepemimpinan yang berorientasi perubahan (transformational leadership), kepemimpinan yang memberdayakan kerja kelompok (team leadership), kepemimpinan yang bervisi jauh ke depan strategi (strategic leadership), kepemimpinan yang mengandalkan simbol dan kharisma (symbolic leadership), kepemimpinan di tengah keragaman (diversed leadership), dan kepemimpinan yang menjunjung nilai etik (ethical leadership).
Pada bagian paling penting, penulis menjabarkan pendekatan kritis untuk menghadapi dan menyelesaikan kondisi sulit yang akan dihadapi setiap pemimpin. Di sinilah kualitas kepemimpinan diuji secara obyektif. Kondisi sulit atau dilema yang biasa dihadapi, antara lain: 1) Dilema antara memberi kepercayaan dan mengendalikan lingkungan (trust and control); 2) Konsekuensi ekonomi dari tindakan-tindakan yang berdasarkan prinsip ideal (principled actions); 3) Pola ketergantungan (dependency patterns) yang menguasai situasi akibat kepemimpinan yang terlalu kuat; 4) Dilema pemimpin yang merusak diri sendiri (self-destructive leadership).
Penulis menggunakan contoh kasus dan desain pengujian diri sendiri. Penyajian dilakukan secara terstruktur dan penuh inspirasi, sehingga menjadi bacaan rujukan bagi teoretisi dan praktisi serta mahasiswa yang menekuni studi kepemimpinan. Tudor Rickards adalah ketua Kelompok Studi Organisasi di Manchester Business School. Dalam institusi itu ia menjabat Gurubesar untuk Kreativitas dan Perubahan Organisasional. Ia telah menerbitkan sejumlah buku dan naskah ilmiah dalam bidang kepemimpinan, selain bertugas di Kiel, New York, Athena, dan Selandia Baru.
Penulis kedua, Murray Clark adalah pengajar utama dan ketua program Diploma untuk Business Administration (DBA) di Universitas Sheffield Hallam, Inggris. Fokus risetnya pada kepemimpinan dan pengembangan kepercayaan dalam hubungan kerja yang dipengaruhi pengalamannya sebagai manajer di sebuah perusahaan. Dia juga menjadi pengajar tamu di Manchester Business School.
Seperti seseorang yang ingin melakukan perjalanan jauh, maka calon pemimpin harus mempersiapkan bekal yang akan dibawanya, terutama mengetahui secara pasti lokasi yang akan ditujunya. Jangan sampai seorang kader pemimpin mengalami disorientasi, karena terlalu banyak keinginan dan ambisi yang ingin diraihnya, maka ia tersesat di tengah rimba yang penuh godaan (passion) dan jebakan (trap).
Kejelasan arah kepemimpinan itu diistilahkan oleh penulis sebagai peta perjalanan (map). Maka, tahap awal bagi kader pemimpin harus memegang dan mampu membaca peta dengan benar sebagai landasan pemahaman (platform of understanding) dan rencana kerjanya. Dengan platform yang jelas, maka seorang calon pemimpin akan mampu berinteraksi positif dengan lingkungan yang cepat sekali berubah dan membentuk konsensus terhadap berbagai konsep yang dilontarkan para praktisi atau peneliti masalah kepemimpinan. Kapasitas intelektual setiap pemimpin akan diuji.
Tahap selanjutnya adalah menguji peta yang sudah disepakati dan digodok untuk mencapai tujuan kepemimpinan. Dalam sebuah perjalanan fisik, seperti mudik lebaran, kita sering menghadapi kenyataan bahwa peta yang kita bawa acapkali tidak cocok dengan realitas jalan yang sedang kita tempuh. Mungkin terjadi perbaikan jalan atau perubahan arus kendaraan, karena diatur khusus petugas lalu-lintas. Dari kenyataan itu, kita perlu mengecek kembali peta dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Bahkan, ada orang yang secara sengaja membawa beberapa peta, sehingga bisa memilih mana yang paling cocok dengan kondisi nyata di jalan.
Dalam perjalanan panjang kepemimpinan itulah kita mengalami berbagai cobaan. Secara fisik, misalnya, kita menghadapi adanya belokan tajam dan persimpangan berbahaya, atau juga turunan dan tanjakan tajam. Bak seorang pengemudi kendaraan, calon pemimpin juga harus sanggup mengendalikan kendaraannya. Jangan sampai dia terjebak pada kondisi jalan yang buruk atau mengalami kecelakaan, karena sikap yang ceroboh. Beberapa waktu lalu kita menyaksikan seorang tokoh publik nasional, anggota DPR yang terhormat, ternyata terlibat perselingkungan dengan penyanyi dangdut. Skandal itu kemudian menyebar ke masyarakat luas melalui klip video yang direkam dari sebuah telepon genggam.
Itu adalah contoh tragis, betapa seorang tokoh yang populer dapat terjerumus tindakan yang menghancurkan karir kepemimpinnya. Kita juga banyak menyaksikan tokoh lain yang tersangkut kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau pelanggaran hukum dan HAM. Itulah salah satu kondisi dilematis yang harus siap diantisipasi oleh calon pemimpin. Apakah dia akan memegang prinsip, norma dan etika yang dicanangkannya sejak semula? Atau, dia akan melacurkan cita-cita luhur itu demi kepentingan, kemasyhuran, atau kesombongan sesaat? Janji-janji yang pernah dicanangkan di hadapan karyawan, anak buah atau rakyat pada umumnya, sebelum dia mendapat kepercayaan; apakah akan terus dipegang atau diabaikan begitu saja? Kepemimpinan yang berpegang teguh pada etik akan selamat menghadapi tantangan seberat apapun.
Dengan sangat menarik, penulis mencontohkan dan memberi ilustrasi terhadap pelbagai dilema lainnya. Misalnya, apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibentuk oleh lingkungannya? Apakah seseorang menjadi pemimpin karena bakat yang dibawanya sejak lahir atau karena kerja keras untuk membina diri dan mengembangkan potensi yang ada? Kesadaran akan bakat, minat dan potensi yang dimiliki sangat penting untuk memobilisasi modal awal yang sudah dipegang. Selanjutnya, pemimpin juga harus memperhatikan peluang dan tantangan yang ada di sekitarnya, agar potensi yang sudah dimiliki itu dapat dikembangkan lebih optimal. Keseimbangan antara faktor internal/bawaan dan eksternal/bentukan itu akan membuat kualitas kepemimpinan menjadi semakin matang.
Dilema lain terkait dengan masalah koordinasi dan batas-batas kewenangan yang harus dijalankan dalam suatu kerja kelompok. Pemimpin perlu merumuskan dengan jelas proyek yang harus ditangani bersama dan formasi tim yang ditunjuk untuk menangani hal itu. Kemampuan untuk mengorganisir dan mengarahkan tenaga yang berasal dari berbagai latar belakang merupakan keunikan tersendiri. Banyak calon pemimpin yang tak mampu mengidentifikasi kompetensi bawahan atau anggota yang dipimpinnya, sehingga akhirnya ia terjebak pada gejala one man show. Segala sesuatu ingin diselesaikan sendiri, meski itu adalah hal yang mustahil.
Setelah melalui berbagai dilema dalam perjalanan kepemimpinannya, seseorang bisa membuat peta jalannya sendiri. Dia akan melangkah lebih mantap, karena tahu kekuatan dan kelemahan pribadi, serta kendala dan kesempatan yang terbuka di hadapannya. Bagian akhir dari buku ini bercerita tentang model kepemimpinan di abad 21, yang antara lain pernah dibahas oleh Joseph Rost (1993). Rost mengkritik pendekatan kepemimpinan yang terlalu mekanistik. Ia mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan saling mempengaruhi antara leader dan follower yang mencerminkan pencapaian tujuan bersama. Pemimpin dapat mengatasi dilema dan melalui masa sulit, apabila benar-benar memberdayakan dan mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan putusan. Resep sederhana, tapi tak mudah dilakukan. [spt]